
ARUNGNEWS – Nahdltul Ulama memiliki sejumlah pekerjaan rumah pasca muktamar. Menurut pengamat politik Universitas Paramadina, Septa Dinata, kuatnya rivalitas antara dua kandidat utama Ketua Umum PBNU menyisakan polarisasi yang mendalam pada level akar rumput. Perlu adanya rekonsiliasi agar ketegangan antar para pendukung menjadi lebih cair.
“Rivalitas antara Kiai Said dan Gus Yahya sangat kuat, terutama di kalangan para pendukung. Jadi, rekonsiliasi tidak cukup hanya di level elit, tapi juga para pendukung. Ini pekerjaan rumah pertama bagi pemenang kontestasi ini,” ujar Septa, kepada urbanbandung.com, Sabtu (25/12).
Menurut Septa, setidaknya dalam sepuluh dekade terakhir, NU terseret cukup jauh dalam arus politik praktis. Oknum-oknumnya banyak yang berusaha mengkapitalisasi NU untuk kepentingan sempit dan jangka pendek. Marwah NU secara organisasi menjadi tergerus oleh oknum-oknum tersebut.
“Langkah-langkah politik tokoh-tokoh NU selama ini kurang selaras dengan kepentingan kesejahteraan warga Nahdliyyin. Simbol-simbol tersebut hanya dikapitalisasi dan semakin jauh dari semangat kembali ke Khittah 1926 dan tidak berhubungan langsung dengan kesejahteraan warga Nahdliyyin,” jelas Septa.
Dosen Politik Islam Universitas Paramadina ini juga menyampaikan bahwa sebagai anti tesa dari Said Aqil Munawwar, Yahya Cholil Staquf menegaskan perlunya NU kembali ke politik kebangsaan. Gagasan ini sangan penting untuk NU, namun, menurut Septa, cita-cita ini akan sulit diwujudkan jika NU masih punya ketergantungan pendanaan yang tinggi terhadap sumber-sumber politik.
“Politik kebangsaan perlu independensi dan independensi sangat terkait dengan sumber daya. NU akan sulit menegaskan agenda politik kebangsaan jika tidak independen resource-nya. Ketum terpilih penting mengutamakan agenda ini,” ujar Septa.
Pekerjaan rumah yang tak kalah penting adalah menyiapkan NU memasuki usia satu abad lima tahun mendatang. Menurut Septa, wajah NU yang ingin ditampilkan pada saat memasuki usia satu abad sangat tergantung dengan kepemimpinan lima tahun mendatang.
“Perlu ada akselerasi agenda-agenda penting NU dalam menyambut usia satu abad. Organissi Muslim terbesar ini akan menjadi perhatian publik dan orang akan merefleksikan perjalanan NU dan capaian-capaiannya,” urai Septa.***